Elfatica.com – Setelah Nabi Adam dan Hawa diturunkan di dunia karena menyalahi perintah Allah SWT dengan memakan buah khuldi di surga dan bertemu kembali setelah sekian lama terpisah, mereka kemudian membangun kehidupan rumah tangga. Dari sekian banyak anak Adam dan Hawa, ada dua anaknya yang ceritanya sangat masyhur yaitu kisah Qabil dan Habil yang merupakan pembunuhan pertama di dunia. Kisah pembunuhan pertama kali dalam peradaban manusia dimulai ketika Qabil membunuh Habil. Bagaimanakah cerita dan kejadian tersebut? Mari simak berikut ini.
Kisah Qabil dan Habil Anak Nabi Adam
Dari kehidupan berumah tangga nabi Adam dan Hawa, Allah SWT memberikan banyak anak keturunan kepada mereka. Hawa melahirkan selalu kembar laki-laki dan perempuan. Diriwayatkan dari Ibnu Ihasq dalam Tafsir Baghowi dan Tafsir Al-Qurthubi bahwa Hawa melahirkan 40 anak dengan 20 kali mengandung. Riwayat lain menyebut Hawa melahirkan anak-anak Adam dalam seratus dua puluh kehamilan. Anak pertama adalah Qabil dan saudara kembarnya, Qalima, dan yang terakhir adalah ‘Abd al-Mughith dan saudara kembarnya, Amat al-Mughith. Wallahu a’lam.
Setelah anak keturunannya mencapai dewasa, Allah SWT mensyariatkan (membolehkan) kepada Nabi Adam AS untuk menikahkan salah satu dari pasangan kembar. Qabil mempunyai saudara kembar Iqlimiya yang berparas cantik. Sedangkan, Habil adiknya mempunyai pasangan kembar Layudha yang berparas kurang menarik.
Ketika Nabi Adam AS hendak menikahkan mereka (Habil dengan Iqlimiya dan Qabil dengan Layudha), Qabil menolak dan membangkang karena saudara kembar Habil jelek dan saudara kembarnya sendiri cantik. Hal ini mengakibatkan Qabil menginginkan saudara kembarnya tersebut untuk dia sendiri lantaran merasa lebih berhak atas saudara kembarnya.
Dalam Alquran Allah SWT berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ
Artinya: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain(Qabil). Ia berkata (Qabil):”Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil:”Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Al Maidah: 27).
Berdasarkan wahyu dari Allah SWT, Nabi Adam AS memerintahkan Qabil dan Habil untuk berkurban. Siapa yang diterima kurbannya maka dialah yang berhak atas keutamaan yaitu menikahi saudara kembarnya Qabil yang cantik.
Kisah Kurban dari Qabil dan Habil
Anak-anak nabi Adam mempunyai pekerjaan yang berbeda, dimana Qabil adalah seorang petani dan Habil adalah seorang peternak kambing. Ketika diperintahkan berkurban maka Qabil berkurban dengan seikat gandum. Dia pilih gandum yang jelek dari tanamannya. Dia tidak peduli apakah kurbannya diterima atau tidak karena rasa sombong dan dengki sudah menguasainya.
Sedangkan Habil yang seorang peternak kambing, dia memilih kambing yang muda lagi gemuk untuk berkurban. Dia berkeinginan agar kurbannya diterima di sisi Allah Ta’ala.
Al-Qurtubhi mengatakan, “Hasad (dengki) adalah dosa yang pertama kali dilakukan di langit dan di bumi, di langit adalah dengkinya iblis kepada Nabi Adam AS dan di bumi adalah dengkinya Qabil kepada Habil.”
Setelah kurban keduanya dipersembahkan, Allah Ta’ala menurunkan api berwarna putih dan dengan izin Allah api itu membawa kurban Habil yang merupakan pertanda bahwa kurbannya diterima dan meninggalkan kurban Qabil. Al-Qurthubi menukil dari Sa’id bin Jubair rahimahullah dan lainnya bahwa kambing itu diangkat ke surga dan hidup di sana hingga diturunkan lagi ke bumi untu dijadikan tebusan bagi Nabi Ismail AS ketika hendak disembelih oleh Nabi Ibrahim AS. Wallahu a’lam
Melihat yang demikian, di mana kurbannya tidak diterima, spontan marahlah Qabil hingga berlanjut mengancam Habil untuk membunuhnya. Walau bagaimana pun, dia tak ingin Habil menikahi saudara perempuannya yang cantik itu. Hal itu sebagaimana diceritakan dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al Maiday ayat 27 diatas.
Melihat kakaknya berniat membunuhnya, Habil tidak membela diri. Sebaliknya, dia menyerahkan dirinya dan tidak ada keinginan melawan. Dia berkata sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an,
لَئِن بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَآأَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأَقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ {28} إِنِّي أُرِيدُ أَن تَبُوأَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَآؤُا الظَّالِمِينَ {29}
Artinya: “Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu untuk membunuhku, sekali-kali aku tidak menggerakkan tanganku aku membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Robb sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosa (pembunuhan ini) dan dosa kamu sendiri yang lain, maka kamu menjadi penghuni neraka, dan yang demkian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 28-29).
Habil melakukan tindakan ini karena Qabil bukanlah orang kafir melainkan pelaku maksiat. Dia khawatir jika melawan akan punya keinginan seperti Qabil yakni membunuh lawannya. Ini tentu berakibat fatal karena nanti kedua-duanya akan masuk neraka.
Tindakan ini juga seperti apa yang dilakukan Khalifah Utsman bin Affan pada waktu terjadinya fitnah beliau tidak melawan ketika diserang karena beliau mengetahui yang dihadapinya orang-orang muslim, sedangkan kepada orang kafir maka seharusnya mempertahankan diri dan melawan.
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila dua orang muslim berhadap-hadapan dengan pedang masing-masing, maka pembunuh dan yang dibunuh keduanya masuk neraka.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kalau pembunuh wajar dia masuk neraka, tetapi kalau yang dibunuh apa gerangan penyababnya?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya yang dibunuh itu juga berkeinginan membunuh temannya.” (hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Hal ini juga terdapat dalam hadis yang lain:
Seorang sahabat bertanya, “Bagaimana pendapat Anda (wahai Rasulullah) jika ada orang (muslim) yang masuk rumah saya lalu menggerakkan tangannya untuk membunuh saya?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jadilah seperti anak Nabi Adam (ketika dibunuh dia tidak melawan).” (Hadits riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
Qabil Membunuh Habil
Diriwayatkan dalam beberapa kitab tafsir, Qabil berkeinginan kuat untuk membunuh saudaranya, Habil, sekalipun sudah diberikan nasihat dan peringatan oleh Habil sendiri.
Pada suatu hari ketika Habil sedang menggembala kambing lantas tertidur lelap, tiba-tiba datanglah Qabil dengan membawa batu lalu dengan beringas batu itu dilemparkan mengenai kepala Habil hingga memecahkannya. Riwayat lain menyatakan bahwa Habil dicekik dan digigit sebagaimama binatang buas ketika menyantap mangsanya, wallahu a’lam. Dan pada akhirnya matilah Habil di tangan Qabil.
Setelah Habil meninggal, tanpa rasa belas kasihan Qabil meninggalkan jenazahnya di tempat terbuka. Dia tidak tahu apa yang mesti dilakukan kepada jenazah saudaranya sebab jenazah Habil adalah yang pertama kali di muka bumi.
Perbuatan Qabil ini membuahkan malapetaka yang besar bagi dia sendiri. Dia akan menanggung dosa dari pembunuhannya tersebut, karena dia tidak bertobat, sekaligus dosa orang yang menirunya yakni melakukan pembunuhan dengan jalan yang tidak benar. Pembunuhan merupakan salah satu dosa besar yang mengancam pelakunya masuk neraka.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Tidaklah dibunuh suatu jiwa dengan zalim melainkan dosa pembunuhan itu akan ditanggung pula oleh anak Adam yang pertama (Qabil) karena dialah yang pertama memberi contoh pembunuhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Barang siapa yang memulai perkara baik (yang disyariatkan) maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya sampai terjadinya hari kiamat. Dan barang siapa yang memulai perkara jelek maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya sampai terjadinya hari kiamat.” (HR. Muslim)
Dalam keadaan yang demikian, Allah Ta’ala mendatangkan dua burung gagak yang sedang bertarung, salah satunya mati. Maka yang hidup mengais-ngais tanah dengan paruhnya membuat lubang untuk menanam burung gagak yang mati. Kemudian Qabil mengambil pelajaran dari peristiwa itu tentang cara mengubur jenazah saudaranya itu. Dan hal tersebut dilakukan hingga kini dimana jika seorang manusia meninggal makan jenazahnya dikuburkan di dalam tanah.
Sumber: buku Kisah Para Nabi oleh Ibnu Katsir, penerbit Ummul Qura